Kabar Sepekan: Sengketa Tanjung Priok

Sabtu, 17 April 2010 by Krisna M
Beberapa waktu yang lalu, bahkan sampai hari ini, kita semua dapat melihat di semua program berita televisi akan adanya bentrokan yang terjadi antara Satpol PP dan warga masyarakat di Koja. Bentrokan ini menelan korban luka-luka dan korban jiwa baik dari pihak Satpol PP maupun dari pihak masyarakat. Hal ini dimulai dengan P.T. Pelindo yang bermaksud menertibkan bangunan disekitar makam Mbah Priok. Pewaris lahan makam Mbah Priok membantah bahwa P.T. Pelindo adalah pemilik lahan makam. Karena mereka sama-sama memiliki bukti kepemilikan lahan, kasus ini berlanjut di pengadilan. Setelah melalui proses pengadilan, P.T. Pelindo dinyatakan menang. Ketika bangunan tersebut akan ditertibkan, muncullah para pembela lahan makam dari berbagai kalangan masyarakat. Maka, terjadilah bentrokan itu.

Diberitakan bahwa sebelum bentrok terjadi, beberapa oknum Satpol PP melakukan provokasi kearah warga dengan melempari warga dengan batu. Tentu saja hal tersebut menyulut kemarahan warga. Maka, terjadilah bentrok tersebut. Seperti yang terlihat di televisi, Satpol PP menggunakan water cannon dan senjata berpeluru karet. Akibat dari peluru karet yang ditembakkan secara sembrono itu, seorang jurnalis dari TvOne tertembak. Mereka juga memukuli semua warga yang dilihatnya. Tidak peduli bahwa sebagian dari mereka adalah anak-anak. Mereka memukuli mereka tanpa ampun sehingga beberapa anak menderita luka berat akibat pukulan pentungan yang dibawa Satpol PP. Otomatis, warga pun berang dan menyerang Satpol PP dengan berbagai senjata yang mereka bawa seperti samurai dan potongan kayu. Bahkan ada diantara mereka melempar bom molotov kearah aparat.

Semestinya, sebagai aparat, mereka menjaga ketertiban di kalangan masyarakat. Satpol PP seharusnya menenangkan warga. Bukannya menyerang dengan brutal. Tapi kenyataannya, mereka malah melakukan provokasi yang menyulut amarah warga. Sila ke 3 dari Pancasila yang berbunyi Persatuan Indonesia, mendadak lenyap dari pikiran para abdi masyarakat itu. Mereka seharusnya memikirkan konsekuensi dari perbuatan mereka. Mereka membela diri dengan mengatakan bahwa surat perintah telah diturunkan dan mereka melakukan bentrokan karena menjalankan putusan pengadilan. Oke, itu memang putusan pengadilan tetapi, bukankah banyak cara untuk menyelesaikan masalah dengan manusiawi? Mengapa mereka harus memilih jalan bentrokan daripada melakukan mediasi karena menurut pemberitaan di televisi, makam tersebut tidak akan digusur melainkan akan dijadikan tugu dan monumen. Untunglah para korban bentrokan mendapat pengobatan gratis. Tapi, itu saja tidak cukup. Apakah tangan prajurit Satpol PP yang tertebas pedang samurai bisa kembali? Tentu tidak.

Sepertinya teori bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa tidak mereka pelajari dengan baik di sekolah dasar. Satpol PP seperti anak kecil yang kepandaian akalnya masih berfokus terhadap mainan. Jika tidak mendapat mainan, meereka akan mengamuk hingga mereka berhasil mendapatkan mainan mereka. Kalau seperti ini kejadiannya, siapa yang harus disalahkan? Anggota Satpol PP yang hanya menerima perintah ataukah sang penentu kebijakan? Apakah Satpol PP perlu dibubarkan ataukah perlu adanya penertiban kepada para abdi masyarakat ini?

2 komentar:

Ajung mengatakan...

gmn mau maju klo sring bertindak anarkis kyk gini???

Krisna M mengatakan...

yupz...... harus ditertibkan gung..

:hi :-) :*) :ok :s) :D :o) :thx
:B) :)) J:) :-J :x :(( :| :(
:iq :# :? #-o :@ J:P :o :-o
Read more: http://spaceforallofyou.blogspot.com/2010/11/cara-memasang-emoticon-pada-kotak.html

Posting Komentar

Translate

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified